Ditempat ini, segala kesedihan tumpah; menyatu bersama bayangan yang perlahan meleleh terbakar kenangan.
Malam ini gelap. Gelapnya terasa beda. Lebih gelap daripada biasanya. Gelapnya terasa semakin pekat ketika tahu bahwa pendar bulan dan kilau bintang hilang ditelan awan hitam. Tak ada bulan, tak ada bintang. Tak ada yang bersinar di atas sana. Tapi, entah. Sepertinya masih ada sesuatu yang bersinar yang duduk dibangku ini. Lebih terang daripada rembulan. Iya, mungkin yang bersinar itu; bayanganmu.
Seorang perempuan memandang langit dan kemudian tersenyum. "Apa kabarmu? Sudah lama kita tidak bertemu." Entahlah. Tiba-tiba kata-kata itu keluar begitu saja dari bibir tipisnya.
"Aku disini. Masih berharap." Sekali lagi, perempuan itu tersenyum. Matanya mulai nanar.
Kenapa rindu bisa sedemikian pedihnya? Angin yang berhembus seolah menusuk tubuh mungilnya berkali-kali. Menyiksa perempuan itu dengan setiap hembusannya. Sepertinya angin saja bahagia melihat ia seperti ini. Sudah tiga tahun setelah pemakaman tersebut, tapi perempuan itu masih seperti ini. Duduk. Menangis. Hampir setiap hari.
Perempuan itu masih menatap langit. Satu bintang mungil tiba-tiba muncul. Terang benderang. Membuat tenang. Perempuan itu tersenyum; entah untuk keberapa kalinya. "Kau disana melihatku, bukan? Kau mendengarku, bukan? Jangan marah karena aku masih disini selarut ini. Aku terjaga dan aku.....aku hanya rindu." Kali ini ia tersenyum dengan air mata yang perlahan-lahan mengalir.
"Tunggu aku. Disana." Ia menghapus air matanya dan kembali tersenyum saat mengingat bahwa bintang itu akan marah jika melihatnya menangis.
Tak ada bulan, tak ada bintang. Tak ada yang bersinar. Sekiranya, seperti itu hidupku tanpamu.
No comments:
Post a Comment